“ditepian kota itu (p)enak”

20 March 2015

Terbang Bersepeda di Landasan Pantai Depok dan Paralayang

Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Seperti itu mungkin pepatah yang terjadi pada petualangan bersepeda minggu pagi di tanggal 1 Maret 2015. Bukan mendayung, tapi sekali kayuh dua tiga tempat tersinggahi. Ini merupakan petualangan bersepeda yang paling parah, membuat palung pernafasan terengah-engah. Tujuannya adalah sederhana, sesederhana tempatnya yaitu landasan take off paralayang Parangendog. Kelihatannya kalau dirasakan cuma sebelah timurnya parangtritis yang terkenal dengan daerah teritorial Kabupaten Bantul, tapi ternyata tempat tersebut telah memasuki kawasan Kabupaten Gunungkidul.
Kayuhan pertama, tujuan landasan pacu pantai depok yang terkenal dengan jalan lurus nan mulusnya. Kalau tempat ini sih agak masuk akal kalau didatangi dengan bersepeda. Hanya berdua saja, bersama Bestson pertualangan kurang gawean ini kami mulai dititik pertemuan perempatan jejeran pada jam 6.30 pagi. Pemilihan rute yang lenggang membuat kami memilih rute Siluk dibandingkan jalan Paris. Rute Siluk itu asik, ada tanjakan dan turunannya, nggak hanya jalan datar saja seperti jalan Parangtritis. Eh nggak nding, itu pernyataan yang menghibur diri sendiri, kalau boleh jujur sih rute Siluk ini agak berat. Perjalanan melewati rute Siluk awalnya terasa ringan, hanya beberapa tanjakan saja, yang bikin berat adalah kondisi perut yang belum sarapan.
Sekitar pukul 8.30 pagi kami sudah berada di bibir masuk TPR parangtritis. Berpapasan dengan beberapa pengiat sepeda lainnya yang ternyata telah melawan arah dari arah kami berdua, atau lebih tepatnya saat kami baru datang, mereka sudah mulai pulang meninggalkan pantai yang sudah menghirup udara pantai sedari pagi. Akhirnya ketemu warung juga di sekitar TPR masuk, padahal kami sudah mencari warung makan sejak dijalur rute Siluk.
Setelah dirasa cukup, kami mulai kayuhan dengan penuh semangat karena kondisi perut yang sudah kuat. Sekitar pukul 9 pagi kami telah sampai di landasasan pesawat Pantai Depok. Kondisi pagi itu sudah ada beberapa pesawat yang mulai menghiasai landasan pacu tersebut. Sampai sampai hanya untuk berfoto di landasan pacu saja kami harus menunggu pesawat semuanya landing terlebih dahulu. Hanya diberi sekitar 15 menit saja para pengunjung untuk leluasa menginjak di landasan pacu pagi itu.
lalu lalang pesawat yang landing
beberapa pesawat yang mengudara
akhirnya bisa merasakan mulusnya landasan pacu
Kayuhan untuk landasan pantai depok tersinggahi juga, tujuan selanjutnya adalah ke landasan take off paralayang. Rencana ini kalau dipikir kurang gawean, membawa sepeda ke area landasan, sedangkan pengunjung yang lainnya untuk dapat ke tempat ini saja sudah rekoso dengan kondisi menggunakan sepeda motor. Lokasinya adalah dari Pantai Parangtritis ke timur, sampai menemui pertigaan ambil yang arah naik/arah hotel queen south resort. Ikuti saja plang penunjuk resort tersebut, nanti di petunjuk plang terakhir resort ambil yang arah lurus terus kurang lebih 1 kilometer lagi.
plang petunjuk "Take off Paralayang" berwarna biru
Ketika sedang mengistirahatkan kaki, kami melihat parit atau yang biasa disebut kalen bagi warga sekitar mengalir air yang jernih. Setelah tanya warga sekitar air yang mengalir tersebut berasal dari Sendang Beji yang berada kampung tersebut. Tujuan tersebut menjadi tujuan berikutnya setelah landasan take off paralayang. Yang terpenting adalah harus bisa finish sampai di landasan paralayang itu dulu. Meskipun harus dengan nuntun sepeda. 2 tanjakan sisa dari tempat kami beristirahat adalah tanjakan yang "ngaluk-ngaluk" atau bahasanya tanjakannya lumayan tinggi. Meskipun tinggi tapi pantang pulang, lha tinggal sak kayuhan lagi sudah sampai kok hehe..
Aliran air parit dari Sendang Beji
Nah sekitar pukul 11.30, tepat saat matahari berada di ujung atas ubun-ubun yang begitu menyengat kami tiba diparkiran paralayang tersebut. Kalau tadi nuntun sepeda, saatnya beralih ke gendong sepeda untuk dapat sampai di pelataran take off paralayang. Bisa dibayangkan kok apa yang para pengunjung lainnya katakan dalam hati, kalau boleh menebak pasti bilang "kurang gawean mas sampe ngendong sepeda ke sini, naiknya tanjakannya saja sudah rekoso, ee ini panas-panas malah nyepeda sampai sini".
belum di puncak landasan
menunggu saat yang tepat untuk memfoto sepeda
Ra masalah hehe, sudah sering dikatakan seperti itu, ya mung pengen mencoba yang berbeda saja kok, merasakan gimana rasanya. Terkadang kata "kurang gawean" itu identik di ucapkan bagi hal-hal dirasa kurang nalar yang membuat kita merasakan sensasinya tersendiri.
kurang komplit, biasanya bertiga kalau nyepeda
dan bestson pun menjadi tukang foto pasangan yang sedang berpiknik
Setelah dirasa semakin panas dan cukup, akhirnya kami mulai turun landasan paralayang tersebut. Tujuannya adalah mencari sendang beji yang tadi menjadi penasaran kami. Lokasinya adalah di pertigaan sebelum tanjakan terakhir kalau mau ke paralayang. Sendang Beji ini merupakan tempat petilasan yang biasanya ramai dikunjungi saat bulan suro atau bulan muharram. Apa saja yang ada di sendang beji ini?tunggu artikel selanjtunya..hehe
Petilasan Sendang Beji
Sekitar pukul 2 siang kami beranjak dari Sendang Beji yang ternyata sudah berada di Pedukuhan Parangrejo, Kelurahan Girijati, Kecamatan Purwosari Kabupaten Gunungkidul. Benar saja ini menjadi perjalanan terparah kami dalam bersepeda. Biasanya sekitar pukul 3 sore kami sudah berada di rumah, namun untuk episode kali ini, kami baru sampai rumah sekitar pukul 5 sore, sedangkan bestson yang ngekos didaerah gejayan sampai dikosnya sekitar pukul 7 malam.Selain kondisi tubuh yang mulai lemas, kami pun juga sempat merasakan kehujanan di daerah imogiri. Ekspedisi yang lengkap. Jangan takut untuk dikatakan "kurang gawean" orang lain hehe

14 March 2015

Embung Batara Sriten di Puncak Tertinggi Wonosari

Wonosari Gunungkidul, begitu banyak potensi alam yang sedang dikembangkan di Kabupaten ini. Semacam list tempat obyek yang lengkap untuk disodorkan ketika ada yang bertanya apa saja yang ada di Kabupaten ini. Bagaimana tidak, obyek wisata yang ditawarkan dari air sampai pemadangan pegunungan semua telah tersedia.
Embung Batara Sriten di Perbukitan Tertinggi Wonosari
Untuk pemerataan daerah obyek wisata, kini telah dibangun Embung Batara Sriten yang berada di bagian Kabupaten Wonosari sebelah utara yang berbatasan dengan Kota Klaten yaitu Puncak Magir. Embung yang juga nantinya diharapkan sebagai tempat agro wisata ini berada kira-kira di ketinggian 880 Mdpl. Embung Sriten ini berada di Desa Pilangrejo, Nglipar, Gunungkidul. 
Akses rute untuk sampai ketempat ini melewati Jalan Wonosari, sampai pada Pertigaan Sambi 7 masuk ke arah Nglipar. Nanti akan menemui pertigaan yang ada tugu di tengah-tengah jalan. Di pertigaan tersebut ambil kiri/arah ngawen (kalau lurus arah wonosari kota). Setelah itu Pertigaan Ngrempak ambil kiri arah Desa Pilangrejo, sampai di balai Desa Pilangrejo masuk arah Embung Sriten. Secara koordinat embung Batara Sriten ini berada pada 7°49'55.8"S 110°38'00.5"E .
Tanggal 19 Februari 2015, bertepatan dengan hari libur nasional, kami menjajal seberapa tinggi embung yang baru dalam proses pembangunan ini. Bersama singgih, wawan dan Asep yang mau menyanggupi dolan kali ini, paguyuban dolan semakin lama minim peminatnya hehe. Masih terlihat beberapa pekerja sibuk berbenah untuk segera merampungkan proses pembangunan embung yang konon katanya tertinggi, karena memang letaknya di dataran tertinggi di Gunungkidul.
Akses jalan menuju lokasi  yang masih terjal, jalanan masih jauh dari kata nyaman di pantat, bagaimana tidak setelah dari pertigaan Ngrempak jalan raya tadi praktis jalanan berubah menjadi jalanan aspal rusak dan berganti jalanan batu yang belum dicor atau diaspal. Ditambah jalanan yang berupa tanjakan yang berliku curam. Persiapkan kendaraan anda, periksa rem dan kondisi tekanan ban.
Jalanan masih berupa batuan, karena merupakan jalur pembukaan jalan baru
Kurang lebih 5 KM akan disuguhi jalanan dengan tumpukan batu seperti ini
Setelah menyusuri jalanan tersebut, keindahan embung akan terlihat perlahan. Embung dibawah bukit Magir yang merupakan embung tertinggi di wonosari. Dari puncak Magir kita dapat melihat Rowo Jombor yang berada di Klaten, jikalau cuaca memungkinkan dengan jarak pandang yang tidak terbatas.
Embung sriten dengan citarasa khas joglo jogja
Beberapa sisi masih sibuk dalam penyelesaian pengerjaan
Meskipun belum selesai, namun pendatang "nyolong start" datang
Masih ada beberapa gazebo kecil yang mempercantik suasana embung di Batara Sriten
Puncak Magir, melihat embung dari bukit sebelah
Ada petilasan makam di puncak Magir
Sewaktu mengunjungi ke tempat ini, berbarengan dengan kejadian kecelakaan tunggal, ada seorang warga Gunungkidul yang meninggal karena "bablas" di tikungan tajam yang jalan belum ada pagar pembatas. Menurut info yang saya dengar, motor yang dikendarai orang tersebut adalah motor matic, dan penyebab kecelakaan adalah rem blong. Sebenernya tidak perlu risau dengan motor matic yang akan digunakan, asal bisa melihat kondisi performa motor yang akan kita gunakan, sewaktu pulang/turun dari embung, motor kami (motor singgih) pun juga mengalami hal yang seperti itu, karena Over Heating pada Disc brake depan. Pada awalnya handle rem masih tersasa mencengkram, tapi karena terlalu lama dan panas, handle rem lama-lama menjadi dalam (tidak mencengkram sama sekali). Nah disaat itu singgih sadar posisi rem blong, akhirnya kami rehat sebentar, sembari menunggu dingin oli pada rem tersebut, sesekali dengan menyirami disc brake dengan air. hehe
Remnya haus, butuh minum hehe
Pada intinya mau pakai motor apa, tetep yang paling penting adalah kita harus bisa membaca kondisi kendaraaan yang kita bawa. Tetap jaga keselamatan, piknik itu tidak asik, piknik itu membuat tambah pikiran :D

Copyright © #ndesolicious | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com