“ditepian kota itu (p)enak”

10 December 2015

Tradisi "Makmegang", Tradisi Tolak Bala Warga Aceh Selatan


Setiap daerah mempunyai tradisi dan budayanya sendiri. Tak terkecuali dengan kota Aceh Selatan. Banyak hal baru yang saya temui ditempat ini, terlebih masalah budaya dan adat istiadatnya. Ada yang mirip ritualnya tetapi beda namanya, bahkan ada yang berbeda sama sekali. Sebagai contoh prosesi penyembelihan hewan kurban yang telah saya posting sebelumnya.
Para Teungku, tokoh agama dan pemangku adat sedang berdoa di makam sesepuh desa
Hari kemarin, Rabu 9 Desember, kalau kota lainnya sedang sibuk dengan Pilkada serentak, di aceh selatan justru serasa hari keluarga. Aceh salah satu daerah khusus keistimewaan sehingga tak melaksanakan Pilkada. Kegiatan ini bukan piknik, melainkan tradisi "makmegang", sebuah tradisi tolak bala warga aceh. Tradisi ini jatuh pada hari rabu terakhir dibulan sapar. Kalau dijawa disebut "rabu pungkasan". Teungku (Kyai) memimpin doa yang dilaksanakan di pinggir pantai karena kebetulan makam "sesepuh warga Lhok Aman Kecamatan Meukek berada di pinggir pantai.
Sebagian anak anak asik bermain di pantai pada saat makmegang
Acara doa pada tradisi ini adalah dilakukan oleh teungku, tokoh agama dan pemangku adat setempat, ada juga sebagian warga yang mengikuti acara doa. Sehingga, Warga desa Lhok Aman silih berganti datang ke pinggir pasie (pantai) Lhok Aman karena tidak terikat harus wajib mengikuti prosesi ritual doa.
Warga Desa Lhok Aman berkumpul bersama keluarga

7 December 2015

Selamat Hari Guru !


Oktober, bulan ke 3 berada di pulau seberang, pulau yang tidak sempat terbayangkan sebelumnnya bisa merasakan kehidupan di kota ini. Daerah yang terkenal dengan legenda tapak tuan sebagai ibukota kabupatennya. Aceh selatan, kota yang kurang lebih 8 jam dari pusat ibukota Banda Aceh. Memberikan apa yang dipunya untuk berbagi dengan anak-anak di ujung negeri adalah salah satu motivasi berhijrah dan mengikuti program SM3T. SMK Negeri 1 Meukek, sekolah yang umurnya belum genap kepala dua adalah tempat tugas saya dikota ini. Sekolah yang berdiri sejak tahun 2008 dengan jumlah murid kurang lebih 150 orang.
Ada satu hari peringatan di bulan oktober yang istimewa dalam dunia pendidikan. Hari ulang tahun PGRI dan Hari Guru Nasional yang jatuh pada tanggal 25 Oktober setiap tahunnya. Tahun ini merupakan kali pertama merasakan hari guru sebagai guru. Pada kesempatan ini, bekerja sama dengan guru pendamping osis, membuat sebuah seremonial peringatan di hari guru, yang ditahun-tahun sebelumnya belum dilaksanakan. Anggota Osis diberdayakan sebagai pelaksana kegiatan, dengan tujuan mengajarkan siswa, mempersiapkan dan melatih tanggungjawab dengan bekerja sama antara satu murid dengan murid lainnya.
Upacara di halaman sekolah
Setelah persiapan beberapa hari, pagi itu nampak ada yang berbeda di tanggal 25 Oktober dibanding tahun-tahun sebelummnya. Upacara bendera dilanjutkan dengan peringatan hari guru. Paduan suara dengan arahan teman guru seperjuangan Pak Jihan membawakan Hymne guru dan lagu guruku tersayang membuat suasana berbeda di antara kicauan burung yang bermain di atap gedung sekolah. Peringatan ini juga ada pengumuman guru favorit pilihan siswa yang telah dilakukan polling pemilihan di hari-hari sebelummnya.
Penyerahan bingkisan kepada guru favorit
Bersabungan, berjabat tangan
Bersalaman kepada guru-guru sembari membagikan bunga
Dia akhir acara, ada penyerahan kue dari perwakilan osis untuk guru-guru yang diterima kepala sekolah. Sebagai penutup acara, murid-murid berjabat tangan dan memberikan simbolis bunga kertas kepada seluruh jajaran guru SMK Negeri 1 Meukek.
Berfoto bersama Kepala Sekolah, dan siswa SMK N 1 Meukek
"Selamat hari guru para pahlawan, pahlawan tanpa tanda jasa dan bintang kehormatan. Semoga tetap mendidik dan mengispirasi murid murid di indonesia". 

29 September 2015

Hewan Kurban yang di Makeup

Lantunan takbir dari toa-toa masjid itu terasa berbeda. Walau terdengar sama seperti takbiran idul adha pada umumnya, namun ada rasa yang berbeda. Ya karena suara lantunan takbir idul adha 1436 H itu tidak terdengar dari toa masjid kampung halaman seperti sebelum-sebelumnya.
Masjid Lhokaman
Rentetan kegiatan Perayaan hari raya idul adha yang saya temui selama ini hanya penyembelihan hewan kurban setelah sholat ied saja. Ditempat tinggal baru ini, di Dusun Padang, Desa Lhokaman Kecamatan Meukek, saya menemukan ada tradisi yang berbeda. Berkunjung ke sanak saudara dan tetangga dihari raya idul adha dihari pertama adalah hal yang biasa, layaknya ketika perayaan idul fitri.
Setelah sholat ied, warga mengunjungi rumah satu sama lain. Hari sebelumnya, ibuk-ibuk sibuk mempersiapkan masakan khas ala aceh. Lemang, ketupat ketan beserta tape ketan merah,  dan lontong acehnya pun diusahakan ada dimeja makan. Kak Erna, contoh salah satu tetangga yang membuat lemang. Di belakang rumah, walau hujan gerimis tetap ulet membuat lemang. Bambu-bambu itu disusun berjajar rapi di samping nyala bara api. Ya memang bukan diatas api, melainkan hanya disamping api dengan tujuan terkena asapnya api saja supaya bambu tidak cepat terbakar.
Proses pembuatan lemang dibelakang rumah
Tak selamanya tape berpasangan dengan emping, Tape ketan merah dan ketupat ketan 
Tradisi yang unik saya temui adalah proses penyembelihan hewan kurban. Setelah hari pertama digunakan untuk silaturohmi, hari kedua proses penyembelihan hewan kurban itu dilaksanakan. Bagi mereka yang berkurban, datang dengan membawa satu sampai dua nampan berisi makanan dan perlengkapan perawatan tubuh. Makanan dan perlengkapan perawatan itu diperuntukan bagi hewan yang akan dikurbankan. Roti, nasi ketan, pisang, kemudian ada parfum, handbody, bedak, kaca rias dan lain-lain. Setelah ijab serah terima dari yang berkurban diserahkan kepada panitia, hewan kurban kemudian diterima tengku imam masjid atau sesepuh agama sekaligus juga sebagai imam masjid. Tengku imam yang kebetulan nama tengku di Desa Lhok Aman adalah Pak Imam, membacakan doa, kemudian memberi makanan dan memberi bedak, parfum, dengan memotong sedikit rambut hewan kurban, sambil memperlihatkan wajah hewan kurban ke kaca rias. Setelah selesai proses tersebut, kemudian baru digiring menuju ke tempat penyembelihan. Membentangkan kain putih dan payung menutupi badan hewan kurban.
Hewan kurban yang sedang di dandani oleh ketua lorong (Kepala Dusun) dan Tengku Imam
Prosesi penyembelihan dengan kain putih dan payung sebagai penutup hewan kurban
Timbul pertanyaan, apa maksud dari tradisi yang dilakukan. Saya bertanya kepada seorang warga yang kebetulan juga tokoh pemuda Dusun setempat. Maksud dari tradisi ini adalah sama seperti proses penguburan manusia. Sebelum dikubur, manusia dimandikan, diberi wangi-wangian. Pembentangan kain putih dan payungpun juga seperti itu maksudnya, sama seperti proses penguburan jenazah manusia ke liang lahat yang terakhir.
Bakar kepala hewan kurban cara tradisional
Kepala hewan yang telah dibakar, siap untuk dikuliti
Setelah proses penyembelihan dan distribusi hewan kurban selesai dilakukan, kemudian tradisi masak kepala hewan kurban. Kepala hewan kurban itu dibawa ke rumah Tuhapeut (tetua/ketua orang tua) untuk dimasak. Gotong royong bersama pemuda memasak kepala hewan kurban. Setelah siap disajikan, masakan tersebut dinikmati bersama tokoh kampung setempat. Semua bekerja sesuai dengan porsinya, ada yang memetik pohon kelapa, mencari kayu, memasak nasi dan membuat kopi. Tradisi masak kepala hewan kurban ini dilakukan semuanya oleh kaum pria.
Semua ada porsi kerjanya masing-masing, bagian "perwajanan"
Siap dihidangkan, sama rata sama rasa
Inilah Indonesia, indah dengan beragam tradisi dan budanyanya, kental dengan rasa gotong royong bersama. Berkunjung ke daerah baru, selamilah juga budayanya tidak hanya keindahan alamnya. Setiap daerah pasti punya cara, adat istiadat tersendiri, dan semua itu tidak bisa disamakan. Seperti pepatah jawa bilang "desa mawa cara, negara mawa tata", maka hargailah perbedaan.

26 September 2015

Kini Daerah Istimewa di Ujung Indonesia itu Menjadi Rumah Kedua

"Kawanku seperjuangan, tengoklah di Lanal Malang, Tempat sarjana dididik dan ditempa menjadi pendidik yang sejati, Lanal Malang.. Lanal Malang, tempat kenangan kami, Kami siap, kami sedia ditempatkan dimana saja"
Begitulah salah satu lirik dari sekian yel-yel yang selalu terdengar di Prakondisi SM3T (Sarjana Mendidik di daerah 3T) Universitas Negeri Malang. Kalau dibuatkan album, mungkin yel-yel selama prakondisi sudah cukup untuk di-release dalam bentuk kepingan vcd, mengingat jumlah yel-yel tidak sedikit, hehe.
Sragam yang baru dibagikan pun langsung buat pel lapangan ( Sumber : Panitia Prakondisi SM3T UM 2015)
Postingan ini dan beberapa postingan berikutnya mungkin akan out off the context tempat wisata seperti yang biasa saya tulis/review. Merantau untuk mengikuti program SM3T, dan melalui sebuah catatan ini akan saya sampaikan mungkin hanya beberapa dari sekian banyak pengalaman yang telah saya alami, berbagi informasi ditempat persinggahan, kota tempat tinggal kedua saya setelah rumah beserta keluarga yang saya tinggalkan demi keterpanggilan hati, hehe
Terhitung dari tanggal 2 Agustus sampai dengan 17 Agustus,  menjadi peserta mengikuti program prakondisi SM3T angkatan V di Lanal Malang.  Menjalani rutinitas seolah-olah pendidikan yang diperuntukan anggota militer. Dari bangun tidur sampai tidur lagi kegiatan kami diatur dengan sedemikian, sehingga waktu tak terbuang sia-sia.
Upacara Pembukaan Prakondisi ( Sumber : Panitia Prakondisi SM3T UM 2015)
Dua minggu pun berlalu saat pagi itu, masih dihinggapi rasa penasaran dimanakah kami akan ditempat tugaskan. Karena LPTK kampus lain telah mengumumkan sebelum berangkat prakondisi, seperti contohnya LPTK kampus saya, kampus nomor satu di jalan colombo telah mengumumkan penempatan daerah tugas H-1 sebelum pelaksanaan Prakondisi.
Hari terakhir prakondisi ditutup dengan acara outbound. Pada sore harinya kertas pengumuman penempatan lokasi tugas telah tertempel disudut lapangan tenis di area Lanal Malang. Ekspresi wajah yang beraneka macam. Terlihat ada  yang senang, sedikit kecewa, adapula yang datar. Bagi yang ekpresinya senang adalah bagi mereka-mereka yang tempat tugasnya sesuai dengan ekspektasinya, yang kecewa adalah yang tak sesuai ekspektasinya, sedangkan yang datar adalah bagi mereka yang pasrah, tak membeda-bedakan daerah tugas manapun.
Kalau ada judulnya, "Malam Terakhir" dalam kebersamaan sebelum pemberangkatan
Tanggal 18 Agustus dini hari, pemberangkatan kedaerah tugas dimulai. Daerah tugas aceh selatan, kabupaten pidie jaya, kabupaten Simeleu, dan Kabupaten Bintan Riau mendapat jadwal penerbangan pertama meninggalkan Lanal Malang, disusul selanjutnya daerah tugas Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Pegunungan Bintang, serta Kabupaten Boven Digoel di pulau Papua.
Senja Pertama dalam Perjalanan Banda Aceh menuju ke Aceh Selatan
Kini, sudah sebulan rasanya kami saling tak bersua. Semua telah berada tugas didaerah masing-masing dan saya mendapatkan tugas dikabupaten Aceh Selatan, tepatnya di SMK N 1 Meukek. Sebuah sekolah yang masih tergolong baru dan sedang berkembang. Pengalaman kehidupan baru ini dimulai dari 19 Agustus dimana hari itu kami serombongan tiba di kota Tapaktuan, kota kabupaten Aceh Selatan.
Persiapan upacara serah terima peserta SM3T ke pihak Kabupaten Aceh Selatan 
Selama satu tahun kedepan berada di Aceh Selatan, khusunya Dusun Padang, Desa Lhokaman Kecamatan Meukek akan menjadi persinggahan rumah kedua setelah Jogja. Kota yang sama sama bertitle daerah istimewa. Semoga ditempat ini bukan layaknya dermaga saja, hanya menjadi persinggahan kemudian pergi. Aceh tak sekedar hanya menjadi tempat persinggahan, tetapi juga memberikan pengalaman dan pembelajaran hidup yang istimewa se istimewa title daerahnya.


28 June 2015

Keunikan di Pinggir Bantaran Kali Opak Piyungan

Sebagian orang yang melihat foto dibawah ini sekilas mengira bahwa lokasi tempat ini adalah di lava bantal Berbah. Namun itu bukanlah pinggiran kali / sungai seperti di lava bantal Berbah. Maklum saja karena yang terkenal terlebih dahulu adalah lava bantal Berbah, sehingga lokasi ini dikaitkan dengan tempat tersebut.
Pinggir sungai opak dari atas jembatan
Foto ini diambil dari pinggiran kali/sungai Opak. Kurang lebih dua kilometer (2 Km) sebelah selatan dari perempatan Sampaan (Taman Rekreasi Kids Fun). Cukup Mudah untuk dapat ke tempat ini, dari perempatan Sampaan tadi keselatan sampai menemui jembatan Cabang. Jembatan Cabang ini dikenal dengan istilah Jembatan Mbentoro. Secara administratif sungai ini sebagai batas wilayah Dusun Pagergunung 1 dengan Dusun Karanggayam, yang sama-sama terletak di kelurahan Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Secara koordinat jembatan ini berada di 7°50'48.4"S 110°26'25.0"E. Saat sampai di jembatan cabang, ambil jembatan yang kecil / jembatan yang kiri, kemudian masuk gapura Dusun Pagergunung 1. Nah ketika sudah masuk Gapura tadi, dikiri jalan ada Pos Ronda yang sudah tak terpakai, jalan saja turun di pinggir pos ronda tadi.
Jembatan cabang dari arah selatan
Masuk gapura Dusun Pagergunung 1, Pos Ronda yang dimaksud disisi kiri jalan
Pinggiran kali opak ini juga sering didatangi rombongan mahasiswa untuk observasi. Sungai ini konon merupakan sungai yang berada di jalur retakan gempa atau yang lebih dikenal dengan sesar opak. Kita tahu bahwa gempa 27 Mei 2006 dengan kekuatan 5,9 SR yang berpusat di barat daya Kabupaten Bantul silam, daerah yang parah adalah di sekitar sesar kali opak. Dusun Pagergunung juga tidak lepas dari musibah ini, hampir setengah dari keseluruhan rumah warga rusak dan rata dengan tanah. Menurut SoBOnDeso dalam artikelnya, retakan gempa atau sesar Opak membentang dari daerah Prambanan sampai daerah Kretek, sehingga Dusun Pagergunung yang terletak di bantaran kali opak pun mengalami kerusakan yang cukup parah.
sisi lain dari pinggiran kali Opak
Pasca musibah gempa 27 Mei 2006 silam, kurang lebih selama satu sampai dua bulan sungai ini banyak digunakan warga untuk keperluan mandi maupun untuk mencuci pakaian. Saya pun juga mengalaminya, karena rumah saya juga tak luput mengalami kerusakan. Kok banyak tau dan ngomongin tentang Dusun Pagergunung?hehe yaa..karena tempat ini merupakan tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan.
Sisi di bawah jembatan Mbentoro, yang biasa digunakan untuk memancing
Zoom out landscape di bawah sisi jembatan Mbentoro
Sebenarnya ada hal lain yang bisa ditemui di Dusun Pagergunung, bisa melihat keindahan alam sisi Piyungan dari Bukit Mbucu atau Mbucu Hill. Meskipun bukit Mbucu yang terkenal dulu diarahkan melalui akses Dusun Banyakan maupun Dusun Ngelo. Tapi ada hal yang menarik kalau mau hiking melewati bebatuan terjal. Selain itu juga ada sentra tradisional Emping Melinjo yang banyak ditemui dibeberapa RT, meskipun tidak semua masyarakat sibuk dengan kegiatan sentra Emping Melinjo, paling tidak ada beberapa ibu-ibu yang sudah memasuki masa lansia mengisi kegiatan sehari-harinya dengan kegiatan "mengemping".

Bagaimana?tertarik untuk sekedar "kekeceh" air dan berfoto disini?kami tunggu kedatangannya hehe

15 June 2015

Menikmati Matahari Meninggi dari Mangol Kencana Patuk

Satu lagi, satu tempat disudut kota jogja ini yang cukup menarik untuk menyaksikan sunrise. Tempat tersebut terletak di daerah Patuk. Mangol Kencana, ya begitulah nama di plang-plang penunjuk obyek wisata yang notabene baru.
Dari Mangol Kencana, gunung Merapi begitu terlihat jelas
Secara geografis gardu pandang Bukit Mangol Kencana ini berada di Dusun Sumbertetes, Kelurahan Patuk, Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul. Koordinat lokasi ini berada di  7°50'16.5"S 110°29'20.6"E . Jikalau melongok kebawah dari bibir pagar, wilayah yang terlihat jelas adalah kawasan Piyungan sebelah utara. Akses yang mudah dijangkau, mungkin menjadikan spot baru ini akan cepat tenar dan banyak dikunjungi. Karena akses menuju ke tempat tersebut juga sejalan jikalau ingin pergi ke Gunung Apri Purba Nglanggeran ataupun ke embung Nglanggeran. Kurang lebih 2 Kilometer dari perempatan Patuk, petunjuk ke gardu pandang Mangol Kencana sudah terlihat di pinggir jalan.
Plang petunjuk Mangol Kencana di jalur Patuk - Nglanggeran
Sabtu, 13 Juni 2015pukul 5 pagi kurang 5 menit rencana mengayuh sepeda dari rumah ke Gardu Pandang tersebut. Kurang lebih 40 menit sembari menunggu teman lama SMP pun akhirnya sampai di puncak. Sedikit telat untuk melihat moment matahari muncul yang sudah meninggi dari balik jajaran bukit Ngoro-Ngoro. Perbukitan Ngoro-Ngoro bukanlah sesuatu yang asing bagi yang sudah menjelajah Gunung Api Purba Nglanggeran. Bersama Ilyas, Si Kembar Indra dan Andri yang semuanya merupakan teman satu sekolah SMP 7 tahun silam. Informasi tempat ini didapat dari si Indra dan Andri yang notabene domisili mereka letaknya dibawah puncak Mangol Kencana tadi.
Lepas bisa memandang sunrise dengan disuguhi merapi
Disuguhi perputaran kabut dan Gunung merapi, kalau pas cerah juga Gunung Merbabu terlihat jelas
Gardu pandang Mangol Kencana tersebut masih tergolong baru, beberapa fasilitas gazebo pun sedikit demi sedikit dibangun guna melengkapi kenyamanan di sekitar gardu pandang bukit Mangol Kencana.
Gazebo yang menambah kenyamanan menikmati pemandangan
Masih di bangun beberapa gazebo, berjejer di tepi tebing
Semacam gubug yang nantinya dijadikan pusat informasi Mangol Kencana 
Ada hal yang menarik ketika kami baru sampai di lokasi. Terlihat dua keluarga sudah sampai tempat itu mendahului kami. Sambil menunggu fajar meninggi, kedua orang tua tersebut menunjukkan letak rumah kerabat dan batas wilayah tempat tinggal mereka kepada sang buah hati. Mengedukasikan tentang asal usul darimana mereka berada dengan bahasa jawa yang sesuai unggah-ungguhnya, bukan bahasa jawa yang terkadang di bikin bahasa Indonesia.
dibalik sunrise, si ibuk yang menjelaskan kepada sang buah hati tentang daerah sekitar rumahnya
Karena di hari sabtu tersebut telat untuk mendapatkan moment matahari meninggi dari balik bukit, akhirnya di hari Senin 15 Juni 2015 merencanakan lagi menyambangi lokasi tersebut. Masih menemui beberapa keluarga beserta anaknya. Sembari "ngemong" anaknya juga sambil melihat "srengenge njedul". 

1 May 2015

Malah Ketemu Air Terjun Watulawang

Kisah ini adalah lanjutan dari petualangan ke Kedung Tolok Siluk pada hari Minggu, 26 April 2015 silam. Awalnya kami hanya ingin melewati Jembatan Selopamioro Imogiri saja saat perjalanan pulang, tapi malah ketemu plang penunjuk air terjun. Tak ayal rasa gelisah ingin tahu seberapa epic air terjun tersebut yang membuat kami memilih memutar arah sepeda. Ada hal yang berbeda di sepanjang rute ke Jembatan Selopamioro Imogiri, kalau dulu waktu berkunjung ke jembatan tersebut masih sepi-sepi saja, sekarang berbeda. Lebih ramai dengan lapak warung yang menjual pernak-pernik watu alam alias cikal bakal watu akik. Kemungkinan batu-batu tersebut dicari dari sekitar sungai oya yang melintasi daerah Jembatan Selopamioro. Suasananya pun juga sudah ramai, berbeda dengan tahun 2013 silam saat ke empat kawula muda yang pertama kalinya bersepeda jauh ke jembatan selopamioro imogiri.
Petunjuk kuning di pinggir jalan, awal mula bertambahnya rasa penasaran
Penasaran dengan plang petunjuk berwarna kuning di pinggir jalan, membuat kami membelokkan arah sepeda. Tujuannya mencari kemana petunjuk berwarna kuning tersebut berakhir. Sebenaranya kegelisahan sudah kami rasakan ketika memandang pegunugan, sekilas terlihat air yang jatuh dari pegunungan dengan debit air yang cukup lumayan.
Rute ke lokasi cukup mudah dijangkau, rutenya adalah sejalan kalau ingin menyinggahi Jembatan Selopamioro Imogiri. Saat di pertigaan arah SD Kedungmiri sudah disambut plang petunjuk air terjun berwarna kuning. ikuti saja. SD kedungmiri terus saja, nanti dipojok jalan ada pos ronda dan juga ada plang jalan yang terlihat dari jalan. Air terjun Watulawang ini terletak di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri. Secara koordinat GPS, lokasi air terjun ini berada di  7°56'29.4"S 110°25'05.6"E .
penunjuk kuning, ikuti saja alurnya hehe
end point, setelah itu harus jalan kaki
Sampai diakhir rumah tersebut sepeda harus dititipkan, setelah itu jalan kaki menembus pegunungan. Kurang lebih 500 meter jalan sudah sampai ke dasar air terjun. Nama air terjunnya apa ya?malah lupa belum kesebut?hehe. Lhawong nama air terjun pun baru kami tahu ketika sudah berada didasar air terjun, karena di plang jalan kuning tadi tidak terdapat nama air terjun.
Plang yang masih baru, dibuat oleh Hima salah satu kampus di jogja
Jalan berundak menuju lokasi
Aksesnya lumayan cukup licin dan berundak, ya wajar saja karena membelah hutan, apalagi kalau malamnya hujan, harus hati-hati. Sampai didasar air terjun yang tingginya kurang lebih 20 meter tersebut, seolah kami tidak percaya. "Ketoke dudu iki deh son, kok bedo yo". Sambil eyel-eyelan, kami pasrah saja seolah menerima rasa penasaran yang semula menghinggapi kami. Menurut Tulisan yang ada di sekitar air terjun, asal mula penamaan Watulawang dikarenakan air terjun tersebut menempel kokoh pada batu alam dibelakangnya yang berada di gunung watulawang.
Aliran anak sungai yang mengalir dibawah gunung
Sekilas info mengenai air terjun Watulawang
Inilah air terjun Watulawang
Debit yang cukup, dengan air yang agak keruh
Waktu perjalanan turun, ketemu dengan simbah-simbah yang mencari kayu bakar, sempat bertanya apa cuma grojogan itu saja. ternyata beliau menjawab "nggih namung niku mawon grojogan inkang kerep dituweni mas" (ya cuma itu saja air terjun yang kerap dikunjungi mas). Ya wes, oke..hehe
Tujuan sebenarnya adalah ke jembatan Selopamioro
Keramaian sekitar jembatan, berbeda dengan waktu pertama kali dikunjungi
Sedang transaksi batu akik
Saat perjalanan pulang, mencoba mengambil gambar ke salah satu lapak penjual batu akik, dengan sedikit basa-basi meminta ijin memoto lapak tersebut. Respon pemilik lapak sih malah seneng, bapaknya bilang "Difotoke mas, terus di internet yo? (Difoto ya mas, terus masukan di internet). Ya pak...lha ini sudah masuk internet pak hehe..
Salah satu lapak yang berada di pinggir jalan akses ke jembatan selopamioro
Tersusun rapi dengan jenis masing-masing

Copyright © #ndesolicious | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com