“ditepian kota itu (p)enak”

13 February 2015

Ada Bendungan Muncen dan Air terjun di Jolosutro

Setelah grojogan / air terjun toundo marak dikunjungi, Piyungan seolah menjadi tujuan wisata dadakan dalam kurun waktu akhir-akhir ini, terlebih seperti dimusim penghujan awal tahun 2015. Siapa sangka aliran grojogan yang sedianya digunakan untuk irigasi tersebut beralih menjadi tempat obyek wisata. Sebagian didaerah Piyungan merupakan pegunungan, hampir di tiga desa/keluruhan terjatah daerah yang terletak di pegunungan. Seperti halnya di Dusun Jolosutro, Dusun yang berada diselatan piyungan kota ini berada dibawah pegunungan.
Jolosutro, siapa tak tahu tentang daerah ini. Jolosutro setiap tahunnya mengadakan tradisi kupatan Jolusutro. Tradisi yang masih dipegang erat oleh warganya. Kalau bertepatan dengan acara ini, kita akan menemui warga yang lalu lalang mempersiapkan acara dari lapangan depan SD Jolustro sampai dengan ke petilasan makam sunan Geseng yang berada didaerah dataran tinggi Dusun Jolosutro. Letak Dusun Jolosutro dapat diakses melalui jalan wonosari, sebelah selatan SMP 1 Piyungan.
Tagline baru, Piyungan kawasan Indsutri, sebelum memasuki daerah Jolosutro
Hal lain yang bisa di temui di Dusun Jolosutro adalah keindahan alamnya. Ada satu spot yang menarik untuk di eksplore lebih jauh, yaitu bendungan/kedung Muncen. Namanya seperti klub bola, tapi ya memang seperti itu namanya. Ketika tanya pemuda setempat malah menyebutnya Allianz Arena yaitu kandang dari Muncen atau Bayern Munchen klub sepak bola eropa tersebut.
Menjadi tempat bermain yang asik
Lompat...byur
Kolam renang alami, namun grojogan tak ada airnya
Kedung Muncen merupakan aliran sungai yang dibendung untuk keperluan irigasi pertanian. Bendungan yang dibangun kurang lebih 8 tahun silam ini kini menjadi tempat bermain bagi anak-anak dan pemuda setempat. Kedalaman kurang lebih sekitar 2-4 meter seolah menjadi kolam renang alami untuk bermain air. Di pojok kedung ini terdapat air terjun/grojogan yang kalau ada airnya langsung jatuh ke kedung tersebut. Ketinggian grojogan tersebut kurang lebih 15 meter dengan tingkatan/berundak. Grojogan ini sifatnya hanya musiman, kalau hujan lebat ya ada air yang mengalir, tapi kalau tidak turun hujan, debit air yang mengalir di grojogan tersebut menyusut. Tapi jangan khawatir, meskipun tidak turun hujan, kedung atau bendungan tersebut tetap ada airnya, karena kedung tersebut dialiri dari 2 anak sungai.
Pertemuan kedua, setelah hari sebelumnya hujan, namun tidak begitu deras
debit air yang tidak begitu deras
Aliran bawah bendungan
Awalnya hanya iseng, sekedar bertanya dengan teman SMP yaitu Titis atau nama keren sewaktu SMA adalah Kemproh yang notabene berdomisili di Jolosutro. Sepulang dari takziah guru SMP, kami mencoba mencari tahu keberadaan kedung muncen tersebut. Tapi yo ndak dicari nding, lha wong tempat itu merupakan tempat bermainnya kemproh sewaktu kecil. Setibanya disana, terlihat banyak anak-anak dan para pemuda sedang bermain air. Ketika tanya dengan salah satu pemuda yang ada disana yang juga teman kemproh, kami malah diajak mengunjungi beberapa Grojogan tersembunyi di daerah Jolosutro lainnya. Tempatnya agak masuk ke hutan, sehingga rutenya cukup menantang.
Kalau tidak ketutupan kabut, dari sini bisa melihat merapi dengan jelas
Total ada 4 Grojogan yang kami temui didalam hutan, hanya saja saat itu beberapa hari tidak turun hujan, sehingga ada beberapa grojogan debit airnya sedikit. Grojogan tersebut pun memiliki sebutan nama beda-beda, tetapi saya lupa namanya hehe. Akhirnya pada hari selasa 10 Februari 2015 bersama kemproh mengulangi lagi perjalanan mencari grojogan di Jolosutro tersebut. Dimulai dari kedung muncen, terlihat ada sedikit air yang mengalir di sudut bendungan tersebut. Kemudian kami melanjutkan perjalanan, sekitar 200 meter dari bendungan tersebut, kami masuk hutan dan menghampiri beberapa grojogan yang pernah kami datangi.
Grojogan selanjutnya, kalau ini belum begitu masuk hutan
Aliran Grojogan disela-sela bebatuan, seperti patahan batuan
Entah asal-usulnya seperti apa, bebatuan ini cekung dan menjadi aliran air
Grojogan berbeda jalur dengan air di batuan cekung tadi
Grojogan Teratas namun debitnya tak sederas ketika beberapa hari hujan
Menarik menjelajahi piyungan, masih banyak lagi spot-spot tersembunyi untuk di nikmati selama itu tidak merusak ekosistem alam. Mari Kunjungi Piyungan :)

5 February 2015

Jembatan Gantung Baru Pleret di Pagi Hari

Belakangan ini kebiasasan piknik ataupun blusukan seolah menjadi trend yang kekinian. Hiruk pikuk tempat-tempat yang view-nya keren menjadi daya tarik tersendiri untuk menyinggahi, bahkan hanya sekedar untuk berfoto dan menguploadnya di jejaring sosial. Mungkin jika kebiasaan seperti ini terjadi di generasi berikutnya, tempat piknik sudah bukanlah menjadi tempat piknik yang sedianya dapat melepas penat dengan bersua dengan alam, tapi manusia sebagai obyek di tempat piknik tersebut.
Jembatan gantung baru di daerah Gunung Kelir kecamatan Pleret Bantul yang menghubungkan dengan desa Bawuran adalah salah satu contoh tempat yang belakangan ini sedang naik daun. Jembatan baru ini terlihat kokoh membentang diatas sungai kini menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat piknik.
Jembatan yang menghubungkan daerah gunung kelir dengan bawuran
Jikalau ingin mencoba menyinggahi jembatan yang lagi anget-angetnya ini, dapat melewati Jalan Imogiri timur, sampai diperempatan jejeran belok kiri. Pedomannya adalah mencari Pasar Pleret kemudian SMA N 1 Pleret. Perempatan pasar Pleret ambil yang arah timur atau SMA N 1 Pleret. Dari SMA N 1 Pleret tadi, lurus ke timur saja, nanti sampai menemui gapura Dusun Gunung Kelir. Nah jika sudah dibibir masuk Dusun Gunung Kelir, belok kanan melewati jalan gang pinggir sawah. Setelah menyusuri jalan pinggiran sawah, nanti akan ada pertigaan, di pertigaan tadi belok kiri. jembatannya sudah kelihatan. Secara koordinat jembatan ini berada di 7°52'19.1"S 110°24'46.2"E .
Perjalanan masih di selimuti kabut dengan pemandangan gunung Merapi
Secara teritorial lokasi jembatan ini adalah di selatan pedesaan domisili saya (kurang lebih berjarak 5 Km). Hari Rabu pagi 4 Februari 2015, bersepedaan pagi dan sendirian pula ingin menjawab penasaran jembatan tersebut. Soalnya dulu pernah sepedaan di daerah Gunung Kelir tetapi justru tak menemukan jalan tembusan ke desa berikutnya karena buntu. Mungsuh paling berat sepedaan itu adalah ada tidaknya teman, kata mas wijna di blognya mblusuk.com .
Perjalanan kurang-lebih 15 menitan dari rumah, berangkat sekitar pukul 5.30 pagi, menembus dinginnya udara pagi dengan menyusuri pinggiran sawah. Menemukan jembatan ini ternyata harus pakai kesasar dulu, awalnya mbuntuti bapak-bapak yang nyepeda lengkap dengan peralatannya sawahnya kemudian tanya, ee tetap saja kesasar. Akhirnya tanya yang kedua kalinya, saya sampai di jembatan tersebut. 
"lenggang"
Menemui adik-adik yang sedang berangkat sekolah
Masih cukup lengang keadaan jembatan tersebut, mataharipun masih malu untuk menampakkan, hanya sesekali warga yang lewat jembatan yang ingin memulai untuk beraktivitas. 

Copyright © #ndesolicious | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com