Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 412 kilometer, kurang lebih 8 jam perjalanan naik sepeda motor,
akhirnya sampai juga di Ibukota Provinsi Aceh pada malam harinya. Beberapa
tempat wisata yang kami list akan
kami coret satu persatu di keesokan paginya, setelah semalaman beristirahat di
Wisma Dermaga. Harga sewa wisma yang lumayan murah dibandingkan yang lain, setelah kami muter-muter dan survey ke beberapa tempat selama 2 jam untuk mencari tempat persinggahan. Seratus
ribu permalam harga sewa sebuah kamar di Wisma Dermaga yang bisa dipakai untuk 2 orang,
dilengkapi kipas dan kamar mandi dalam.
Selamat datang di Aceh Museum Tsunami
Pagi itu, 28 Desember 2015 bangun
pagi yang tak seperti sedia kala. Pagi pertama tanpa kokokan ayam yang biasa terdengar saat di Aceh Selatan. Layaknya liburan
singkat sehari, mengunjungi museum dan beberapa tempat saksi bisu peristiwa tsunami di kota Banda Aceh dan sekitarnya 10 tahun
silam, seolah membawa pikiran kembali mengingat terjadinya tsunami.
Helikopter yang rusak di terjang tsunami
Tempat yang akan kami singgahi pertama kali adalah Museum Tsunami. Tempat yang mengingatkan dan membawa ke
peristiwa tsunami. Didepan pintu masuk, sebelum memasuki lorong tsunami
dipajang bangkai helikopter yang sudah rusak. Saat masuk lorong tsunami,
suasana gelap dengan gemercik air, membawa kita ke peristiwa tsunami 26 desember
2004 silam yang lalu.
"Seribu Nama" diruang doa
Setelah masuk lorong tsunami, kita akan dibawa ke ruang sumur doa, jembatan harapan dan beberapa sudut ruangan lainnya yang akan menunjukkan betapa dahsyatnya peristiwa tsunami saat itu. Menurut saya, Museum tsunami bukanlah sebuah tempat wisata belaka, museum tsunami merupakan bagian dari sejarah warga aceh dengan semangatnya tumbuh menjadi aceh yang baru.
Kumpulan foto yang tersaji di sudut Museum Tsunami
"Space of Hope" Jembatan Harapan
Selanjutnya, tempat yang menjadi list tujuan adalah Museum kapal PLTD
(pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung I yang beroperasi lepas pantai. Di
tempat ini, saya diperlihatkan betapa kuatnya gelombang tsunami saat itu. Kapal
besi dengan berat 2600 Ton terdorong gelombang tsunami sejauh 5 kilometer
kedaratan.
Kapal PLTD yang terdampar di tengah kampung
Kapal yang sebelum peristiwa tsunami beroperasi sebagai pembangkit
listrik tenaga diesel 10 Megawatt, dan mulai sejak 21 Juni 2010 Kapal tersebut
berubah menjadi situs sejarah . Mesin diesel
listrik yang berada didalamnya dibongkar dan dipindahkan ke PLTD Luengbata. Sejak saat itu, Kapal Apung I PLTD yang terdampar sudah beralih fungsi,
disulap menjadi situs dan wisata museum edukasi.
Dek kapal dirubah menjadi museum edukasi
Informasi digital mengenai kapal dan keadaan sebelum dan sesudah tsunami
Museum Aceh, destinasi
selanjutnya yang kami kunjungi saat waktu telah beranjak semakin sore. Sepertinya
kurang beruntung saat sampai di tempat itu. Pintu museum telah tertutup rapat,
hanya tersisa pintu gerbang yang masih terbuka dan menyisakan beberapa pengunjung
saja. Museum yang layaknya miniatur Aceh, kearifan lokal aceh semua bisa kita
jumpai di Museum Aceh ini.
Museum Rumoh Aceh
Akhir dari perjalanan di Banda
Aceh hari itu adalah Masjid Raya Baiturrahman. Bangunan satu satunya yang hanya
tersisa diantara bangunan lainnya saat tsunami terjadi. Bangunan bagian depan Masjid sedang di rehab dan
rencananya akan dibangun payung besar yang dapat membuka tutup.
Sudut yang Masjid Raya Baiturrahman di sore hari
Liburan sehari di Banda Aceh, mungkin
seperti itu istilahnya. Mengunjungi benda mati yang pernah menjadi saksi
kedahsyatan tsunami. Kota yang dikenal sebutan tanah rencong dengan syariat
islamnya.
Syariat islam yang diterapkan pada jam buka kunjung museum. Saya
mendapati jam-jam waktu masuk sholat, museum-museum itu ditutup sementara. Yang
paling kentara adalah sewaktu menyinggahi Museum PLTD Apung I saat memasuki
waktu adzan ashar. Terdengar dari pengeras suara menyerukan untuk segera
meninggalkan museum, hitung mundur dari 15 menit sebelum waktu adzan tiba. Akan
ada petugas penertiban, yang memukul pagar besi museum itu, sembari berteriak
kepada pengunjung untuk meninggalkan musem dengan segera. Ini adalah hal baru
yang pernah saya temui, liburan di kota paling ujung di negeri ini, kota dengan
syariat islami.
0 comments:
Post a Comment