“ditepian kota itu (p)enak”

22 April 2016

Sabang, Pariwisata Bahari Aceh yang Akan Terkenang

Sabang, tujuan perjalanan selanjutnya setelah menempuh kurang lebih 412 Kilometer dari kabupaten aceh selatan ke ibukota provinsi untuk napak tilas peristiwa tsunami. Ini adalah pengalaman pertama berkendara jauh bersepeda motor selama di Aceh Selatan. Tak terbayangkan sebelumnya bisa sampai ke Aceh, apalagi di sabang, kota yang kita kenal sebagai “Titik Nol” nya Indonesia. Kota yang beribu kilometer jaraknya dari tempat sebenarnya saya berasal.
Dulunya hanya terngiang pada lirik lagu "..Dari sabang sampai Merauke..”, kini akhirnya menginjakkan kaki juga di pulau yang disebut-sebut dalam lagu tersebut. Akhir tahun 2015, tepatnya tanggal 29 Desember 2015 saya berkesempatan untuk mengunjungi pulau terbarat di Indonesia. Dengan menggunakan Kapal Feri bertarif 25 ribu rupiah kita bisa menyebrang dari pelabuhan Ulee Lheue ke Pelabuhan Balohan. Waktu yang ditempuh antar pelabuhan tersebut kurang lebih adalah 2 jam.
Menyebrang ke Sabang lewat Pelabuhan Ulee Lheue
Sabang dengan wisata baharinya, membuat setiap orang pasti ingin untuk mengunjungi. Sebelum sampai ketempat ini, carilah refrensi tempat wisata yang “harus” dikunjungi supaya tidak ada tempat wisata yang terlewatkan. Kalaupun bingung, bisa cari informasi di pelabuhan balohan, nanti akan mendapatkan peta objek wisata. Peta tersebut cukup membantu untuk kita gunakan sebagai guide kita selama berwisata di Sabang.
Peta wisata Sabang yang bisa kita dapatkan di pusat informasi Pelabuhan Balohan
Diatas kapal perjalanan ke Sabang
Sekitar pukul 2 siang kapal berlabuh di pelabuhan Balohan Sabang. Destinasi yang pertama kali saya kunjungi adalah ke Tugu Nol Kilometer. Sengaja mendatangi Tugu Nol Kilometer supaya bisa menikmati sunset di senja hari. Tugu Nol kilo meter yang langsung berhadapan lautan lepas, menjadikan suasana jingga menyala saat senja begitu terasa. Benar saja, saya mendapatkan senja sang surya sempurna terlihat ketika meninggalkan haris horizon samudra. Meski tugu dalam proses pemugaran, tetapi terlihat setiap orang yang telah sampai datang ke tempat itu ingin mengabadikan moment di tugu ujungnya indonesia, saat senja dengan cara setiap individu yang berbeda.
Tugu kilometer nolnya Indonesia
Hari berikutnya, pantai Iboih berpasir putih dengan spot snorkeling favorit adalah tujuan selanjutnya. Letak spot snorkeling adalah di pulau seberang pantai Iboih, yaitu pulau Rubiah.
Pantai Iboih dengan spot snorkeling favorit
Untuk dapat sampai ke pulau seberang, kita menyewa kapal yang dapat di isi sampai dengan 10 orang. Tak perlu bingung, di sekitaran pantai Iboih banyak tersedia persewaan perlengkapan snorkeling, maupun diving. Perlengkapan snorkeling (life jacket, Snorkel dan kacamata, Kaki katak) yang lengkap mulai 80 ribu untuk harga sewa sehari.
Sewa perahu untuk menuju ke spot snorkeling di Pulau Rubiah.
Bersama teman-teman, snorkeling akan terasa menyenangkan
Terumbu karang dan ikan banyak kita jumpai di spot snorkeling pulau Rubiah. Sebagai saran, gunakan guide sebagai pemandu snorkeling. Guide akan mengarahkan kita menunjukkan dimana spot snorkeling yang bagus, akan membantu juga untuk mengabadikan moment anda ketika bersnorkeling.
Spot sepeda motor di bawah laut
Kita akan disambut dengan berjuta keidahan ikan dan terumbu karang
Guide yang membersamai kami saat itu menunjukkan beberapa spot yang ada dipulau rubiah. Dari spot sepeda motor dibawah air, sampai spot menemukan ikan nemo. Hari itu, kami mulai snorkeling dari jam 9 sampai dengan sore sekitar jam 4 sore.
Hay Nemo Sabang !
Seharian bermain air, tapi sepertinya masih kurang untuk mengeksplore keindahan alam bawah laut di pulau Rubiah. Ini adalah keindahan alam bawah laut nyata di ujung indonesia.
Saatnya kembali ke daratan setelah seharian di lautan
Tanggal 31 Desember keesokan harinya, di akhir tahun 2015, tujuan selanjutnya adalah mendatangi tempat wisata yang belum dikunjungi, sembari melanjutkan perjalanan untuk kembali menyebrang ke kota Banda Aceh. Pantai Sumur Tiga, pantai yang juga berpasir putih adalah pantai yang juga favorit untuk dikunjungi. Pantai yang berada dibawah jurang ini mengharuskan kita menuruni anak tangga untuk sampai di bibir pantai.
Pantai Sumur Tiga, Pantai berpasir putih yang akan menjadi primadona
Sabang Marine Festival  ( sumber ; http://disbudpar.acehprov.go.id)
Selanjutnya adalah mengunjungi Benteng Jepang, tempat yang dijadikan markas angkatan laut jepang di tahun 1942. Pada kurun waktu tahun 1942-1945 sabang dijadikan markas angkatan laut jepang guna menghadapi sekutu di samudra hindia. Ditempat itu masih terdapat meriam besi disalah satu bangunannya.
Meriam yang masih tersisa di lokasi Benteng Jepang
Diatas benteng pertahanan jepang, yang langsung menghadap ke lautan
Sebenarnya masih banyak tempat yang belum saya kunjungi pada waktu itu, karena mengejar jadwal keberangkatan kapal dari pelabuhan balohan ke Ulee Lheue akhirnya selesai sudah perjalanan di kota sabang.
Terimakasih Sabang !
Ada banyak hal baru yang bisa dibawa pulang, perjalanan panjang dari kabupaten aceh selatan ke sabang. Ya, pulau ujung Indonesia, akhirnya kaki dan jiwa raga saya sudah pernah menginjakkan di sana. Perjalan ini pun saya abadikan, supaya bisa akan selalu terkenang, menjejakan kaki ke pulau diujung Indonesia

Akan ada banyak cerita yang bisa disampaikan kelak pada keluarga sewaktu pulang ke “pelabuhan terindah”, kota dimana saya sesungguhnya berasal yaitu Yogyakarta. Namun, Sabang kota diujung seberang, semoga tak lekang dan akan selalu terkenang hingga usia mendatang.

20 April 2016

Sehari Napak Tilas Peristiwa Tsunami

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 412 kilometer, kurang lebih 8 jam perjalanan naik sepeda motor, akhirnya sampai juga di Ibukota Provinsi Aceh pada malam harinya. Beberapa tempat wisata yang kami list akan kami coret satu persatu di keesokan paginya, setelah semalaman beristirahat di Wisma Dermaga. Harga sewa wisma yang lumayan murah dibandingkan yang lain, setelah kami muter-muter dan survey ke beberapa tempat selama 2 jam untuk mencari tempat persinggahan. Seratus ribu permalam harga sewa sebuah kamar di Wisma Dermaga yang bisa dipakai untuk 2 orang, dilengkapi kipas dan kamar mandi dalam.
Selamat datang di Aceh Museum Tsunami
Pagi itu, 28 Desember 2015 bangun pagi yang tak seperti sedia kala. Pagi pertama tanpa kokokan ayam yang biasa terdengar saat di Aceh Selatan. Layaknya liburan singkat sehari, mengunjungi museum dan beberapa tempat saksi bisu peristiwa tsunami di kota Banda Aceh dan sekitarnya 10 tahun silam, seolah membawa pikiran kembali mengingat terjadinya tsunami. 
Helikopter yang rusak di terjang tsunami
Tempat yang akan kami singgahi pertama kali adalah Museum Tsunami. Tempat yang mengingatkan dan membawa ke peristiwa tsunami. Didepan pintu masuk, sebelum memasuki lorong tsunami dipajang bangkai helikopter yang sudah rusak. Saat masuk lorong tsunami, suasana gelap dengan gemercik air, membawa kita ke peristiwa tsunami 26 desember 2004 silam yang lalu.
"Seribu Nama" diruang doa
Setelah masuk lorong tsunami, kita akan dibawa ke ruang sumur doa, jembatan harapan dan beberapa sudut ruangan lainnya yang akan menunjukkan betapa dahsyatnya peristiwa tsunami saat itu. Menurut saya, Museum tsunami bukanlah sebuah tempat wisata belaka, museum tsunami merupakan bagian dari sejarah warga aceh dengan semangatnya tumbuh menjadi aceh yang baru.
Kumpulan foto yang tersaji di sudut Museum Tsunami
"Space of Hope" Jembatan Harapan
Selanjutnya, tempat yang menjadi list tujuan adalah Museum kapal PLTD (pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung I yang beroperasi lepas pantai. Di tempat ini, saya diperlihatkan betapa kuatnya gelombang tsunami saat itu. Kapal besi dengan berat 2600 Ton terdorong gelombang tsunami sejauh 5 kilometer kedaratan.
Kapal PLTD yang terdampar di tengah kampung
Kapal yang sebelum peristiwa tsunami beroperasi sebagai pembangkit listrik tenaga diesel 10 Megawatt, dan mulai sejak 21 Juni 2010 Kapal tersebut berubah menjadi situs sejarah . Mesin diesel listrik yang berada didalamnya dibongkar dan dipindahkan ke PLTD Luengbata. Sejak saat itu, Kapal Apung I PLTD yang terdampar sudah beralih fungsi, disulap menjadi situs dan wisata museum edukasi.
Dek kapal dirubah menjadi museum edukasi
Informasi digital mengenai kapal dan keadaan sebelum dan sesudah tsunami
Museum Aceh, destinasi selanjutnya yang kami kunjungi saat waktu telah beranjak semakin sore. Sepertinya kurang beruntung saat sampai di tempat itu. Pintu museum telah tertutup rapat, hanya tersisa pintu gerbang yang masih terbuka dan menyisakan beberapa pengunjung saja. Museum yang layaknya miniatur Aceh, kearifan lokal aceh semua bisa kita jumpai di Museum Aceh ini.


Museum Rumoh Aceh
Akhir dari perjalanan di Banda Aceh hari itu adalah Masjid Raya Baiturrahman. Bangunan satu satunya yang hanya tersisa diantara bangunan lainnya saat tsunami terjadi. Bangunan bagian depan Masjid sedang di rehab dan rencananya akan dibangun payung besar yang dapat membuka tutup.
Sudut yang Masjid Raya Baiturrahman di sore hari
Liburan sehari di Banda Aceh, mungkin seperti itu istilahnya. Mengunjungi benda mati yang pernah menjadi saksi kedahsyatan tsunami. Kota yang dikenal sebutan tanah rencong dengan syariat islamnya.
Syariat islam yang diterapkan pada jam buka kunjung museum. Saya mendapati jam-jam waktu masuk sholat, museum-museum itu ditutup sementara. Yang paling kentara adalah sewaktu menyinggahi Museum PLTD Apung I saat memasuki waktu adzan ashar. Terdengar dari pengeras suara menyerukan untuk segera meninggalkan museum, hitung mundur dari 15 menit sebelum waktu adzan tiba. Akan ada petugas penertiban, yang memukul pagar besi museum itu, sembari berteriak kepada pengunjung untuk meninggalkan musem dengan segera. Ini adalah hal baru yang pernah saya temui, liburan di kota paling ujung di negeri ini, kota dengan syariat islami.


Copyright © #ndesolicious | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com